Selasa, 10 Agustus 2010

panduan berpusa

PANDUAN BERPUASA

di tulis oleh : KH DR ALI AKHMADI MA AL HAFIZH

Panduan Puasa Ramadhan

A. Menentukan awal akhir Bulan Ramadhan
Bagaimana mengetahui kapan tamu Allah ini datang? Telah menjadi ketetapan syar’i bahwa cara untuk menentukan kapan waktu masuknya bulan Ramadhan adalah berdasarkan penanggalan Qomariyah sebagaimana pelaksanaan ibadah haji.
Firman Allah;
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; (QS. Al-Baqarah;189)

B. Dalil disyariatkan berpuasa di bulan Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah suatu ibadah yang telah diwajibkan hanya kepada orang-orang yang beriman terdahulu jauh sebelum datangnya Islam. Sedangkan bagi umat Islam ibadah ini baru diwajibkab pada tahun ke kedua hijriyah atau tahun ke lima belas kenabian Muhammad SAW yang pelaksanaannya adalah hanya pada hari-hari tertentu yang telah ditentukan secara syar’i.
Firman Allah : “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa” (QS. Al-Baqarah:183 ).
“Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil), karena itu barangsiapa di antaramu menyaksikan (masuknya bulan ini) maka hendaklah ia puasa… ” (Al-Baqarah:185).
“Islam didirikan di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Ka’bah” ( HR. Bukhari-Muslim).
Diriwayatkan dari Thalhah bin ‘ Ubaidillah ra., bahwa sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Nabi Saw, ia berkata, “Wahai Rasulullah, beritakan kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah atas diriku”. Beliau bersabda: “Puasa Ramadhan”. Lalu orang itu bertanya lagi: Adakah puasa lain yang diwajibkan atas diriku? Beliau bersabda: “Tidak ada, kecuali bila engkau puasa Sunnah”.

C. Makna puasa
Makna puasa menurut bahasa adalah menahan sesuatu, baik makanan minuman, kata-kata atau gerakan sedangkan menurut istilah adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa baik makan, minum, hubungan suami istri (jima’), dengan disertai niat mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

B. Rukun puasa
1. Menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar shadiq hingga matahari terbenam.
Allah SWT berfirman;
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”, (QS. Al-Baqarah;187)
Yang dimaksud dengan benang putih dan hitam ini adalah putihnya siang dan hitamnya malam seperti hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim berikut ini. “Sesungguhnya Adi bin Hatim berkata, ketika turun ayat, “hingga jelas bagimu benang putih dan hitam”, aku mencari tali berwarna hitam dan tali berwarna putih lalu aku taruh dibawah bantalku. Malam hari aku melihatnya tetapi tidak tampak jelas tampak olehku. Aku lalu menemui Rasulallah SAW untuk menceritakan hal itu kepada beliau. Rasulullah SAW bersabda; sesungguhnya yang dimaksud ialah hitamnya malam dan dan putihnya siang”
2. Niat, niat adalah hukumnya fardhu, baik terhadap puasa maupun ibadah lainnya, yang dimaksud dengan niat dalam puasa ialah ketika seseorang hendak berpuasa terlintas dalam hatinya untuk melakukan puasa, karena hakekatnya niat itu adalah pekerjaan hati, dan tidak ada kaitannya dengan lisan. Namun jika seseorang yang hendak berpuasa melafalkan niat dengan lisannya, berarti ia adalah menterjemahkan apa yang ada dalam hati. sehingga, jika niat diucapkan dengan lisan berbeda dengan niat yang diucapkan dengan hati, maka yang diperhitungkan ialah niat yang ada dalam di hati. Adapun dalam ibadah tertentu, melafalkan niat dengan lisan adalah sangat dianjurkan.
Maka dari itu, orang bangun untuk makan sahur dan mempersiapkan segala sesuatunya, pada hakekatnya hal itu sudah merupakan niat, sebab ia melakukan semua itu karena ia berhasrat hendak puasa. Jadi hasrat itu sama dengan niat.

D. Syarat-syarat puasa
Secara umum, syarat-syarat puasa adalah bagi mereka yang telah dibebani secara syar’i, sebagaimana perincian berikut;
1. Islam, perintah puasa adalah hanya ditujukan kepada ummat manusia yang beriman, maka orang kafir tidak sah menjalankannya;
2. Baligh, puasa adalah dibebankan kepada mereka yang sudah berkewajiban untuk menjalankan perintah Allah SWT, sementara anak-anak yang belum mencapai usia baligh tidak wajib melakukan ibadah puasa, akan tetapi apabila ia berpuasa, maka hukumnya sah;
3. Berakal, berpuasa adalah sarana untuk membina diri agar lebih terprogram, membutuhkan kesadaran diri dan akal untuk menjalankannya, sehingga orang yang tidak berakal seperti gila, sakit ayan dan hilang akalnya tidak diwajibkan melakukan ibadah puasa;
4. Sehat dan bermukim, bagi mereka yang dalam keadaan sakit yang membahayakan jiwa atau sedang dalam perjalanan jauh yang bertujuan untuk kebaikan, maka puasa adalah tidak wajib baginya, akan tetapi harus menggantinya disuatu hari nanti jika diberi kesempatan;
5. Tidak sedang haid dan nifas. Bagi kaum muslimah yang sedang mengalami hal tersebut maka mereka tidak memenuhi syarat sahnya puasa, namun harus tetap menggantinya jika telah menyelesaikannya.

E. Sunah-sunah puasa
Selama bulan Ramadhan banyak sekali amaliyah sunnah yang bernilai pahala yang berlipat ganda, namun harus menjadi catatan bahwa tentunya tidak bisa mengganti keutamaan puasa di dalamnya.
1. Menyegerakan berbuka
 “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak melakukan shalat maghrib dulu sehingga ia berbuka, meskipun hanya seteguk air” (HR. At-Tirmidzi).
 Dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: “Apabila malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang matahari sudah terbenam, maka orang yang puasa boleh berbuka”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
 Dari Sahal bin Sa’ad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: “Manusia (umat Islam) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
 Dari Anas ra., ia berkata : “Rasulullah saw berbuka dengan makan beberapa ruthaab (kurma basah ) sebelum shalat, kalau tidak ada maka dengan kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk” (HR. Abu Daud dan Al-Hakiem).
 Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu puasa hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih”. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
 Dari Ibnu Umar, Adalah Nabi Saw selesai berbuka Beliau berdo’a (artinya) telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap ada Insya Allah (HR. Ad-Daaruquthni dan Abu Daud hadits hasan)
 Dari Anas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: “Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang)”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
2. Berbuka dengan beberapa butir kurma yang masih basah (ruthab).
Hal tersebut berdasarkan keterangan Anas bin Malik, “Rasulullah SAW biasa berbuka dengan menyantap beberapa butir ruthab sebelum shalat. Jika tidak ada maka dengan beberapa butir tamar. Dan jika tidak ada dengan meminum beberapa teguk air” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim dan Ad-Daruquthni)
3. Berdo’a menjelang berbuka;
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya do’a orang yang berpuasa saat berbuka tidak tertolak” (HR. Ibnu Majah)
4. Makan sahur dan mengakhirkan sahur,
 Dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah”. (HR. Al-Bukhary)
 Dari Al-Miqdam bin Ma’di Yaqrib, dari Nabi saw. bersabda: Hendaklah kamu semua makan sahur, karena sahur adalah makanan yang penuh berkah”. (HR. An-Nasa’i).
 Dari Zaid bin Tsabit ia berkata: “Kami bersahur bersama Rasulullah saw. lalu kami bangkit untuk menunaikan shalat (Shubuh )’. Saya berkata: Berapa saat jarak antara keduanya (antara waktu sahur dan waktu Shubuh)? Ia berkata: Selama orang membaca limapuluh ayat” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
 Dari Amru bin Maimun, ia berkata: “Adalah para sahabat Muhammad Saw adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan makan sahur”. (HR. Al-Baihaqi).
 Telah bersabda Rasulullah SAW: “Apabila salah seorang diantara kamu mendengar adzan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan hendaklah ia menyelesaikan hajatnya (makan/minum sahur) daripadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud dan Al-Hakiem).
 Diriwayatkan dari Abu Usamah ra. ia berkata: “Shalat telah diiqamahkan, sedang segelas minuman masih di tangan Umar ra., ia bertanya: Apakah ini boleh saya minum wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Ya, lalu ia meminumnya” (HR Ibnu Jarir)
5. Memperbanyak do’a,
Tiga orang yang do’anya tidak ditolak oleh Allah SWT, orang yang berpuasa hingga berbuka, imam yang adil dan orang yang teraniaya” (HR. Tirmidzi)
6. Memperbanyak membaca Al-Qur’an,
 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: “Adalah Rasulullah saw. orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mentadaruskan beliau Al-qur’an dan benar-benar Rasulullah saw lebih dermawan tentang kebajikan (cepat berbuat kebaikan) daripada angin yang dikirim”. (HR Al-Bukhary).
 Rasulullah SAW bersabda, “Puasa dan Al-Qur’an, keduanya akan memberi syafa’at di hari kiamat. Puasa berkata ya Allah aku telah mencegahnya makan dan nafsunya pada siang hari, maka berikanlah syafa’atku padanya. Al-Qur’an berkata, aku telah mencegah tidur dimalam hari, berikanlah syafa’atku kepadanya. Maka diterimalah syafa’at keduanya” (HR. Ahmad)
7. Bagi orang yang dijamu berbuka oleh orang lain, disunatkan untuk mendoakannya,
 Dari Abdullah bin Zubair, ia berkata; Rasulullah SAW berbuka di rumah Saad bin Muadz. Beliau berdo’a; Berbuka dirumah kalian orang-orang yang berpuasa, makanan kalian dimakan oleh orang-orang yang berbakti, dan semoga malaikat membacakan shalawat atas kalian (HR. Ibnu Majah)
F. Hal-hal yang membatalkan puasa
1. Berhubungan suami istri di siang hari, bagi mereka yang melakukan hal ini maka harus menggantinya dengan berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa henti atau memberi makan satu fakir miskin selama enam puluh hari atau memberi enam puluh fakir miskin selama sehari.
2. Makan dan minum dengan sengaja sebelum waktu berbuka;
3. Muntah dengan sengaja;
4. Mengeluarkan mani (sperma) secara tidak lazim sebagai akibat pandangan, khayalan, ciuman dan sentuhan;
5. Haid dan nifas, kaum muslimah yang sedang menjalankan puasa kemudian tiba-tiba mengalami haid atau melahirkan, maka wajib hukumnya untuk membatalkan puasanya;
6. Tidak berniat puasa;
7. Murtad.
G. Hal-hal yang diperbolehkan saat berpuasa
1. Memakai celak dan obat tetes mata;
2. Memakai minyak di rambut atau di tubuh;
3. Suntik;
4. Berendam di air pada musim kemarau;
5. Menyuapi makanan untuk anak kecil dengan mulut;
6. Berbekam dan donor darah;
7. Menelan ludah.

G. Hal-hal yang makruh saat berpuasa
1. Mencicipi makanan, dan memakan makanan yang ada di sela-sela gigi;
2. Mengunyah ilk (semacam permen karet);
3. Berlebihan dalam berkumur dan beristinsaq
4. Hukum mencium istri, bersentuhan dan memikirkan masalah seksual bagi orang yang sedang berpuasa;

H. Menqadha’ Puasa
Dalam menqadha’ puasa yang ditinggalkan, lebih afdhalnya dikerjakan dengan segera. Dan dalam mengqada’ puasa tidak harus berturut-turut. Yang berhutang puasa karena tidak mampu puasa, seperti kakek tua atau orang sakit terus-menerus, lalu meninggal dunia, maka cukup dibayarkan fidyahnya dengan memberi makan satu orang miskin setiap hari sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.
Adapun orang yang punya hutang puasa, dan mampu atau ada kesempatan untuk menqada’nya, lalu meninggal dunia, maka ahli warisnya wajib mengqada’nya. Seperti tersebut dalam sebuah hadist; “Barangsiapa meninggal dunia, dan dia punya hutang puasa, maka wali (ahli waris)-nya wajib berpuasa untuknya” (HR. Muttafaqun ‘alaihi)

I. Hal-hal yang memperbolehkan tidak berpuasa
Berpuasa adalah merupakan ibadah mahdah, yang tidak dapat digantikan kecuali ada udzur syar’i yang membolehkannya untuk tidak berpuasa, sebagai catatan, dikhawatirkan apabila meneruskan puasanya akan membahayakan dirinya atau orang yang menjadi tanggungannya. Diantara hal-hal yang secara syar’i diperbolehkan untuk tidak berpuasa diantaranya:
1. Sakit yang tidak memungkinkannya untuk berpuasa;
2. Bepergian;
3. Hamil dan menyusui;
4. Haid dan Nifas;
5. Sangat renta;
6. Tidak berpuasa karena dipaksa;
7. Takut mati atau kurang akal;
8. Berperang di jalan Allah;
9. Puasa sunat.

J. Hal-hal yang menghabiskan pahala puasa
Puasa adalah menahan diri, bukan hanya makan dan minum akan tetapi menahan seluruh anggota badan; mata, lisan, telinga, hati, kemaluan, pikiran dan anggota tubuh yang lain dari maksiyat. Maka apabila seseorang yang menjalankan puasa kemudian ia tidak mampu menahan diri dari maksiyat yang ditimbulkan oleh anggota badan tersebut maka nilai puasanya akan berkurang, bahkan bisa jadi seseorang tersebut tidak mendapatkan pahala puasanya selain lapar dan haus.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW; “Barang siapa yang tidak menahan diri dari ucapan dusta dan perbuatan buruk maka sedikitpun Allah tidak sudi menerima puasanya meskipun ia menahan diri dari makan dan minum.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadist yang lain, Nabi SAW bersabda: “Puasa bukanlah hanya meninggalkan makan dan minum, akan tetapi yang dimaksud puasa adalah menghindarkan diri dari kata-kata yang tidak berguna dan dusta. Maka jika ada orang yang mencelamu atau usil kepadamu, katakanlah saya sedang berpuasa.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar