KH. Ali Akhmadi, MA. Al-Hafizh
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya”, (QS. Ar-Ruum; 21)
Suatu ketika Imran bin Hathan menemui istrinya. Imran itu adalah orang yang buruk rupa; kecil dan pendek tubuhnya. Sementara istrinya sangat cantik parasnya dan elok rupanya, sehingga ia tidak mampu menahan pandangannya untuk terus memandanginya. Merasa diperlakukan seperti itu, Istrinya kemudian berkata, “Ada apa denganmu sehingga memandangiku terus, wahai suamiku?”.
“Alhamdulillah, demi Allah engkau sungguh sangat cantik”, Imran berkata.
“Berbahagialah dirimu sebab saya dan dirimu akan masuk surga”, kata istrinya.
“Dari mana engkau mengetahui bahwa kita akan masuk surga?”, tanya Imran dengan heran.
Istrinya berkata, “Engkau dianugerahi aku (wanita cantik) sehingga engkau bersyukur, sedangkan aku diberi cobaan sepertimu dan aku bersabar. Orang yang sabar dan bersyukur akan masuk ke dalam surga kan?”
Imran lantas memuji kebesaran Allah, lalu tersenyum seraya mengangguk, membenarkan apa yang diucapkan oleh istrinya, dan semakin bersyukurlah ia mendengar perkataan istrinya.
Rumah tangga adalah sebuah bahtera yang dijalankan oleh dua sejoli yang telah dihalalkan secara syar’i untuk hidup bersama. Menumpahkan segenap kasih sayang, memupuk kecintaan, menjaga kekompakan agar tetap mampu berlayar diantara serpihan-serpihan harapan dan rintangan. Bersama menyatukan tekad untuk saling bahu–membahu mengemudikan kapal agar tetap melaju ditengah terpaan badai dan terjangan ombak yang semakin lama adalah semakin menderu. Meski tidak jarang oleng dan akhirnya karam sebelum mencapai tujuan.
Hak Suami atas istrinya
Suami adalah seorang pemimpin bagi keluarganya. Sebagai seorang nahkoda yang menentukan kemana arah yang akan ditempuh selama perjalanannya menuju pulau impian. Namun bukan berarti kemudian ia dapat berlaku semena-mena terhadap keluarganya, disinilah Islam telah mengatur hak-hak suami atas istrinya, diantaranya;
Pertama, seorang suami berhak untuk dipatuhi oleh istrinya dalam kadar untuk tidak diajak menjalankan maksiat. Sabda Rasulullah SAW yang berarti; “Andaikata aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya kuperintahkan istri untuk sujud kepada suaminya karena ketinggian mereka terhadap istri”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Kedua, seorang suami berhak untuk dijaga kehormatan dan hartanya oleh istrinya. Maka, seorang istri tidak boleh membeberkan segala kekurangan-kekurangan yang dimiliki suaminya kepada siapapun serta menampakkan auratnya selain kepada suaminya dan muhrimnya.
Ketiga, suami berhak mendapatkan penjagaan dari sesuatu yang haram dari istrinya. Maka dari itu, seorang istri tidak boleh menuntut lebih daripada penghasilan suaminya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh para wanita pada generasi salaf. Seorang suami ketika keluar dari rumah, maka istriinya akan berkata, “Hati-hati dengan usaha yang haram. Kami akan sabar menahan lapar dan kesulitan, tetapi kami tidak akan sabar menanggung siksa api neraka”. Sabda rasulullah SAW yang berarti, “ Aku melihat neraka kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita”. Lalu kaum perempuan bertanya, “Mengapa, ya Rasulullah?”. Beliau menjawab, “(Karena) mereka saling mengutuk dan mengingkari kebaikan suami”. (HR. Bukhari-Muslim)
Keempat, Seorang suami adalah berhak untuk mendapatkan kasih sayang dari istrinya. Sebab sudah menjadi keharusan bagi seorang istri untuk menumpahkan kasih sayangnya kepada suami dan keluarganya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “(Istri-istri) yang hamil, yang melahirkan, yang menyusui dan sayang kepada anak-anaknya, kalaulah bukan karena apa yang mereka lakukan kepada suami mereka, niscaya wanita-wanita yang salat akan masuk surga”. (HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Hak istri atas suaminya.
Demikianlah, diantara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah diciptakan-Nya seorang perempuan untuk laki-laki dari jenisnya, agar dia cenderung dan merasa tentram kepadanya. Laki-laki adalah pakaian untuk perempuan dan perempuan adalah pakaian untuk laki-laki. kewajiban seorang istri adalah untuk taat dan patuh kepada suaminya, maka dengan demikian, ia memiliki hak atas suaminya, diantara hak-hak tersebut adalah;
Pertama, diberi nafkah oleh suaminya, baik itu nafkah lahir maupun nafkah batin. Sebagaimana firman Allah, yang berarti, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa’; 34). Jika seorang istri sudah tidak lagi mendapatkan nafkah dari suaminya, maka ia berhak mengajukan gugatan cerai kepada suaminya;
Kedua, dipergauli oleh suaminya dengan baik; dipanggil dengan panggilan yang mesra dan menyenangkan hatinya, sebagaimana Aisyah biasa dipanggil oleh Rasulullah dengan panggilan “Khumaira’. Disayayangi, dikasihi, dicintai, dihargai, dimaafkan bila berbuat kesalahan, serta tidak dijadikan kekurangan pada dirinya sebagai aib yang menutupi semua kebaikannya. Sebab yang demikian itu menjadikan pahala kebaikan yang banyak disisi Allah. Sebagaimana firman Allah yang artinya; dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(QS. An-Nisa’; 19);
Ketika, mendapatkan nasehat dari suaminya; diajak kepada yang ma’ruf dan dicegah dari perbuatan yang munkar; seperti, mendirikan salat, melakukan puasa, beribadah haji, berinfak, bersedekah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Sebagaimana firman Allah yang artinya; “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (QS. Thaha; 132). Jika sang istri melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah, maka ia berhak untuk diberikan peringatan; dipisahkan tempat tidurnya dan dipukul dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas oleh suaminya;
Keempat, mendapatkan penjagaan dari panasnya siksaan api neraka. Sebagaimana firman Allah yang berarti; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, (QS. At-Tahrim; 6)
Demikianlah Allah SWT telah menciptakan manusia dengan segala keunikannya. Disaat seseorang hidup sendirian, maka akan terasa sesuatu yang kurang, dan jika sudah hidup berdampingan dengan pasangannya ia merasa ada sebuah ketenangan. Namun perlu diingat bahwa menjaga ketenangan tersebut adalah bukan merupakan sesuatu yang mudah. Harus adanya kerjasama yang kompak antara suami dan istri.
Ternyata, dalam kehidupan modern ini, tidak hanya seorang suami yang memiliki penghasilan, seorang istri pun tidak jarang mempunyai penghasilan lebih tinggi daripada suaminya sehingga melupakan kewajiban kepada suaminya dan keluarganya. Ataupun sebaliknya, seorang suami yang work alkoholic (gila kerja) sehingga melupakan kewajibannya sebagai seorang suami untuk memberikan nafkah batin kepada istrinya. Inilah kenyataan zaman yang tidak dapat dipungkiri, Maka, inilah hak yang harus diberikan kepada suami kepada istrinya ataupun sebaliknya sorang istri kepada suaminya. Sebenarnya bila kita perhatikan dengan maraknya perceraian yang berkembang di masyarakat kita akhir-akhir ini, adalah karena kurangnya kesadaran untuk memperhatikan hak dan kewajiban diantara mereka. Tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, sehingga mendorong terciptanya suasana yang kurang harmonis diantara anggota keluarga.
Jujurlah, bila anda seorang suami, kira-kira siapakah orang yang paling cantik di dunia ini? Dan jika anda seorang istri, siapakah orang yang paling tampan di dunia ini? Masih adakah di zaman modern ini kecintaan seorang Majnun kepada Laila? Dan adakah penyesalan dalam diri anda dengan pasangan yang telah anda pilih?
Bolehlah kita mencintai pasangan kita dengan sepenuh hati, mengorbankan segenap jiwa raga demi kebahagiaannya, serta berjanji sehidup semati untuk meyakinkannya. Tapi akankah itu semua terjadi? Memang itu semua dengan mudah terjadi disaat usia pernikahan kita baru berumur sehari atau dua hari. Namun, jujurlah bahwa ternyata disaat ketampanan atau kecantikan itu memudar dan hidup serba mewah yang telah dicita-citakan diawal pernikahan pun tidak kunjung kita gapai atau tiba-tiba Allah memudahkan kita untuk mencari rezeki, sehingga tercukupi apa yang kita inginkan. Apakah kita masih setia pada janji?
Hanya laki-laki yang shaleh dan wanita yang shalihahlah yang mampu bertahan di tengah kejemuan dalam berumah tangga. Yang senantiasa sadar hakikat cinta sejati dari sebuah pernikahan yang keduanya telah meridhai, yang tidak pernah berputus asa dari mengharap ridha Illahi. Pernikahan bagi mereka adalah sebuah sarana untuk mensucikan diri, tempat untuk menjaring kebaikan dalam rangka memperoleh bekal perjalanan menuju pulau impian yang sudah menanti. Wallahu a’lam bishshwab.
sukron jazakallah khoir ustad untuk ilmunya,,
BalasHapus